Menjadi pelaut bukan perkara mudah. Dikenal sebagai profesi didominasi laki-laki, menjadi pelaut perempuan memiliki tantangannya sendiri. Seperti yang dialami Theresia Manik. Satu perwira pelaut dari antara 1% pelaut perempuan yang ada di Indonesia. Menyelesaikan pendidikan D3 Nautika dari AMNI Semarang tahun 2010, Theresia saat ini telah memiliki ijasah perwira pelaut kelas dua (ANT 2). Menempuh program lanjutan ini tidak juga dilewati dengan mulus tanpa hambatan. Masih saja ada anggapan bahwa perempuan adalah warga kelas dua, terlebih di bidang kepelautan. Tak membuatnya mundur, malah dijadikannya motivasi untuk terus membuktikan kemampuannya. Sertifikat kompetensi ANT 2 nya diperoleh dari BP3IP Sunter di akhir 2017 yang lalu.

 

~Berkarir Sebagai Pengacara~
Tak akan ada yang menduga bahwa, di samping menekuni karirnya sebagai pelaut, Theresia juga adalah seolah pengacara berlisensi. Tergabung sebagai salah satu partner dalam firma hukum O.C. Kaligis, lagi-lagi Theresia bergelut di profesi yang terkenal didominasi laki-laki. Pengacara pidana. “Saya bersyukur bisa memiliki pengalaman ini,” ujarnya. Sebelum menjalani masa praktik lautnya, ternyata Theresia mengikuti program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) atas pendidikan D3 yang telah ditempuhnya dan diijinkan melanjutkan pendidikan S1 pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dalam kurun waktu 1 tahun. Luar biasa.
Dalam pertemuannya dengan Ketua STIP, Capt. Sahattua Simatupang, Theresia mengungkapkan bahwa kesempatan itu tak pernah diduga, “Awalnya iseng aja browsing di internet, dicoba, dan ternyata lulus.”


“Inspiratif,” adalah satu kata yang disampaikan oleh Ketua STIP, Capt. Sahattua Simatupang. “Theresia ini telah menunjukkan bahwa jalur pendidikan pelaut bisa membawamu ke mana saja. Wawasan, pengetahuan, ilmu, memang harus selalu dikembangkan.” Pertemuan singkat yang juga dihadiri beberapa taruni itu sungguh membuka mata bahwa pelaut, perempuan pula, dapat menjadi apa saja yang diinginkannya. Selama ia mau berjuang dan berusaha.