img29092009401171Lagi-lagi tarif parkir naik. Ini bagaikan momok bagi para pemilik kendaraan bermotor. Tanggapan positif maupun negatif terus mengalir, bagaikan air bah. Namun sebagai tangapan negatiflah yang paling besar bahnya. Kebanyakan masyarakat melihat hal ini sebagai bagian arogansi pengelola perpakiran, baik yang indoor maupun maupun  outdoor  (khususnya yg On Street).

Keberatan kenaikan ini menjadi wajar bila memang tidak ada perbaikan pengelolaan perpakiran dengan baik,  soal keamanan kendaraan yang tidak di jamin,  klaim kehilangan ato kerusakan yang tidak jelas harus kemana dan juga harga parkir yang melebihi batas yang ditentukan oleh pemerintah, dan masih banyak lagi contoh persoalan yang menyebabkan masyarakat keberatan atas kenaikan tarif tersebut.

Persoalan perpakiran memang telah menjadi persoalan yang sangat pelik, di hampir seluruh kota-kota di Indonesia. Pelik karena tidak jelasnya siapa yang menjadi pengatur sistem perpakiran — khususnya yang on street — dan siapa yang wajib menyediakannya. Hal ini dikarenakan perpakiran hanya dilihat dari sisi menambah pendapat atau bisnis semata, sehingga persoalan yang menonjol adalah rebutan lahan pegelolaan ataupun menaikan tarif parkir yang semakin melangit tanpa diikuti kenaikan service parkir yang lebih baik dan terencana. Akhirnya semuanya serba terlambat, pemerintah yang dulunya area itu tak mempunyai nilai strategis setelah munculnya usha mandiri masyarakat mengusahakan area itu menjadi sebuah rebutan wilayah ekonomi. Pemerintah hanya menjadi kambing congek yang hanya jadi penonton dan resah meyelesaikan persoalan ini.

 

Berbeda sekali apabila persoalan perpakiran dipahami sebagai persoalan transportasi. Artinya pengelolaan perpakiran dipahami sebagai wilayah public yang harus di kelola oleh pemerintah, dalam usaha memperbaiki sistem tranportasi yang telah ada. Sehingga semakin meminimalisir persoalan kerawanan sosial di jalan, khusunya terhadap periuk ekonomi perpakiran.

 

Mengapa persoalan perpakiran adalah sebuah persoalan transportasi? Karena perpakiran secara tidak langsung akan berakibat terhadap penambahan beban lalulintas –terutama di area pusat kota– yang telah ada. Perpakiran — on street — akan menjadi salah satu hambatan penting dalam memperkirakan load factor arus lalulintas di jalan. Dengan peningkatan salah load factor ini, akibatnya terjadi peningkatan delay arus lalu lintas. Kemacetan semakin menggila. Demikian juga halnya terhadap perpakiran yang off street, juga akan menjadi penarik yang efektif untuk meningkatan kemacetan tersebut, karena peredaran kendaraan menuju ke satu titik keramaian menjadi bertambah. Akhirnya masyarakat pengguna jalan dan lingkungan yang dirugikan, biaya perjalan semakin bertambah, bertambahnya polusi, dan masih banyak persoalan yang akan timbul.

Bagaimana menyelesaikan persoalan ini? Karena perpakiran adalah juga persoalan transportasi, maka penyelesaiannyapun dengan paradigma transportasi pola. Bahwa Tranpsortasi sebagai usaha memindahkan sesuatu –bisa benda hidup, bisa juga benda mati– dengan cepat dan selamat dengan moda yang tepat. Caranya adalah ;

  1. Meningkatkan dan menciptakan pelayanan transporasi umum yang nyaman, aman, tepat waktu dengan harga yang terjangkau.
  2. Mengkampanyekan betapa pentingnya angkutan umum.
  3. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, bila perlu pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi, maksimal 2 di tiap keluarga misalnya. Ato juga semakin dipersuli kepemilkan kendaraan pribadi.
  4. Memperkecil penggunaan area perpakiran (baik yang on street maupun off street), atao kalo mo ekstrem hilangkan saja fasilitas-fasiltas perpakiran di pusat kota, yag ada hanya dipingir-pinggir kota saja.
  5. Memahalkan harga parkir setinggi-tinginya di pusat-pusat keramaian maupun pusat kota, agar penggunaan kendaraan pribadi berpikir 2 kali bila menggunakan kendaraannya.
  6. Terapkan road pricing pada jalan-jalanan tertentu, sehingga orang menjadi ogah lewat jalan itu, ini sebagai biaya kemacetan yang ditimbulkannya.
  7. Beri insentive setiap pengguna transportasi umum, sebagai penghargaan telah mengurangi kemacetan. Peghargaan ini bisa berupa hadiah-hadiah yang enarik dan diundi lewat tiket-tiket yang telah dibayarkan pengguna angkutan umum.
  8. Tegas menerapkan segala peraturan yang berkaitan dengan kelancaran dan peningkatan pelayanan transportasi umum. Misalnya menindak tegas dengan denda setinggi-tinnginya terhadap pengguna jalur-jalur bus way misalnya.
  9. membuat undang-uandang lalu lintas yang berpihak pada pelayanan transporasi umum, bukannya UU LALIn yang berpihak bagaimana mencari duit seperti UU lalin no 22 tahun 2009, yang banyak bernuasa bagaiman menerapkan denda di jalan.
Persoalan perpakiran akan dapat selesai apabila pemerintah dengan tegas menempatan ini sebagai persolan transportasi. Sekarang tinggal kita apakah memeilih persoalan parkir ini sebagai persoalan transportasi atau hanya sekedar persoalan pendapan semata?????

M. Rudy Sulaksana – kompasiana.com